Minggu, 08 November 2015

Sediaan Padat : Suppositoria

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositorias dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. 

Bahan dasar suppositoria pada umumnya yang digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai macam bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol.

Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa anti septik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan sistem ionik dari pada non-ionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum.

Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam persediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena dissolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.

Persyaratan bagi Basis Suppositoria dan Suppositoria.
Persyaratan berikut harus terpenuhi :
1.    Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik.
2.     Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat)
3.    Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4.  Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian pembekuan massa berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan).
5.   Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanannya, khususnya pada suhu yang tinggi).
6.  Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan takaran).
7.     Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat).
8.     Pembebasan dan resorpsi obat yang baik.
9. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari cairan obat).
10.   Daya serap terhadap cairan liporfil dan hidrofil.

Kecepatan Pelarutan
Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dalam hal Suppositoria ini dapat diartikan sebagai transfer massa, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan suppositorial kedalam medium penerima.

Penelitian tentang dissolusi telah dilakukan oleh Noyes-Whiteney dan dalam penelitiannya telah diperoleh persamaan sebagi berikut :
 dC  = k.s.(Cs-C)
 dt

dengan :
dC/dt       = Jumlah zat padat yang terlarut tiap satuan waktu
k              = Tetapan kecepatan pelarutan
S              = Luas permukaan spesifik
Cs            = Kadar zat padat keadaan jenuh (setara dengan kelarutan)
C              = Kadar zat dalam medium pada saat t.

Dalam persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan pelarutan tergantung pada perbedaan kadar jenuh (Cs) dan kadar zat dalam medium pada saat t (C). Selain itu dipengaruhi pula oleh tetapan kecepatan pelarutan (k) dan luas permukaan spesifik (S).

Penggunaan Suppositoria untuk sistemik mempunyai kebaikan antara lain :
1.   Dapat diberikan kepada penderita yang tidak mungkin diberikan secara peroral. Misalnya pada pasien yang pingsan, muntah-muntah dll.
2.     Obat yang dirusak cairan lambung.
3.      Menghindari sebanyak mungkin sirkulasi portal.
4.   Menghindari obat dari aksi enzim pencernaan untuk obat-obat yang peka terhadap enzim (misalnya K atau Na-benzil penisilinat).
5.  Obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung dapat diberikan bahkan dalam konsentrasi yang tinggi. Misalnya Aspirin, fenilbutason.
6.   Obat yang mempunyai bau dan rasa yang tidak enak bila dipakai secara peroral. Misalnya Kreosot.

Sebagaimana halnya salep suppositoria juga mempunyai basis yang larut dalam air dan basis lemak. Basis lemak kebanyakan dipakai oleum caCAO. Oleum cacao ini mengandung beberapa jenis kristal didalamnya yaitu : kristal gg. Aa. Bb dan bb stabil. Hanya bb stabil yang menyebabkan titik lebur optimal dari oleum cacao pada suhu 34 0C, sehingga perlu diperhatikan dalam pemanasannya karena pada pemanasan yang tinggi (diatas 36 0C) akan terbentuk kristal yang meleleh pada suhu yang lebih rendah dari suhu kamar. Untuk menaikkan suhu leburnya biasanya dilakukan penambahan cera-flava 4-6%.

Cara pengujian kecepatan pelepasan obat dari suppositoria sama persis dengan uji pelepasan obat pada salep dengan sedikit modifikasi untuk suppositoria.
 
Banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suatu zat atau sediaan. Selain persamaan-persamaan tersebut diatas, cara lain untuk mengungkapkan kecepatan pelarutan yaitu :
1.    Metode klasik. Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang kemudian dikenal dengan T-10, T-20, T-40, T-60 dst. Karena dengan metode ini hanya menyebutkan satu titik saja, maka proses yang terjadi diluar titik tersebut tidak dikatahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.
2.  Metode Khan. Metode ini kemudian dikenal dengan konsep Dissolution effeciency (DE).

0 komentar:

Posting Komentar