Salep adalah sediaan setengah
padat ditujukan untuk pemakaiaan pengobatan lokal. Walaupun salep dapat pula
digunakan untuk sistemik dengan bentuk salep atau bentuk salep yang berangkat
dari sediaan salep berupa plaster.
Bahan obat atau bahan-bahan obat
dapat berada dalam keadaan terlarut (salep larutan) atau tersuspensi (salep
suspensi) di dalam basisnya. Peracikan air, cairan obat atau larutan bahan obat
ke dalam basis mengandung emulgator menyebabkan terbentuknya salep emulsi.
Salep dengan jumlah bahan padat tinggi dinyatakan sebagai terbentuknya salep
imulsi. Salep dengan jumlah bahan padat tinggi dinyatakan sebagai pasta. Krim
adalah salep yang mengandung air (sering dibatasi hanya yangberjenis M/A).
Dalam sediaan salep, komposisi
basis ini merupakan hal yang penting, karena akan mempengaruhi kecepatan
pelepasan obat dari basisnya yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
khasiat dari obat yang dikandungnya, karena untuk dapat berkhasiat obat harus terlepas
dahulu dari basis salepnya. Kecepatan pelepasan ini dipengaruhi oleh faktor
kimia fisik baik dari basis maupun dari bahan obatnya, misalnya : Konsentrasi
obat, kelarutan obat dalam basis, viskositas massa salep, ukuran partikel bahan
obat, formulasi dll.
Salep dapat digunakan sebagai
pelindung, pelunak kulit dan sebagai vehiculum (pembawa). Salep yang baik
seharusnya memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Stabil, Selama pemakaian dan penyimpanan harus stabil, karena akan
selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti suhu, kelembaban dll.
2. Lunak, Karena salep dipergunakan untuk luka yang terbuka. Untuk itu
salep harus memiliki daya menyebar yang baik, namun dapat memenuhi persyaratan
yang lain.
3.
Mudah dipakai, Supaya mudah dipakai konsistensi harus tidak terlalu keras
dan tidak perlu pula terlalu encer serta dapat melekat pada kulit selama waktu
yang diperlukan.
4. Protektif, Untuk salep tertentu diperlukan kemampuan melindungi kulit
dari pengaruh luar baik berupa sifat asam, basa, debu, sinar matahari dll.
5. Basis yang cocok, Tidak boleh menghambat kerja
obat yang di kandungnya. Tidak mengiritasi kulit atau efek samping yang lain.
Basis harus dapat melepaskan obatnya sehingga obatnya dapat berkhasiat.
6. Homogen, Bahan obat harus terbagi homogen agar setiap pemakaian
mempunyai khasiat yang sama.
Basis dan bahan pembantu salep
harus memenuhi persyaratan umum. Mereka harus memiliki stabilitas yang
memuaskan dan tidak tak tersatukan dengan bahan pembantu lainnya dan juga
dengan bahan obat yang digunakan dalam terapi salep. Basis salep sebaiknya
memiliki daya sebar yang baik dan menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan.
Daya menyerap air yang memuaskan dan sedikit atau tidak menghambat
fungsi-fungsi fisiologis kulit (tidak terjadi akumulasi panas, tidak ada hambatan
pada pernafasan kulit) harus juga terjamin. Hal lain yang penting adalah
tersatukannya secara fisiologis.
Basis salep yang digunakan
sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
1.
Dasar salep hidrokarbon, Dasar salep ini dikenal
sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya
sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontrak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup.
2.
Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang
dapat bercampur dengan air membentuk emulasi air dalam minyak yang dapat
bercampur dengan sejumlah air tambahan (lanolin).
3.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, Dasar salep ini
adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat
disebut “Krim”, keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.
4.
Dasar salep larut dalam air, Dasar salep ini disebut juga
“dasar dalep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air.
Pemilihan dasar salep tergantung
pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang
dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.
Pelepasan obat dari dasar salep
secara “In-vitro” dapat digambarkan dengan kecepatan pelarutan obat yang
dikandungnya dalam medium tertentu. Ini disebabkan karena kecepatan pelarutan
merupakan langkah yang menentukan dalam proses berikutnya.
Faktor yang memperngaruhi
pelepasan obat dari basisnya adalah :
1.
Kelarutan obat dalam basis.
2.
Konsentrasi obat.
3.
Koefisien obat.
4.
Koefisien difusi obat dalam basis.
5.
Medium pelepasan.
Pengungkapan data kecepatan
pelarutan dapat dilakukan dengan evaluasi antara lain :
1.
Waktu yang diperlukan sejumlah tertentu zat melarut.
Misalnya t20 artinya waktu yang diperlukan agar obat larut 20% dalam
media.
2.
Jumlah obat yang terlarut dalam media pada waktu tertentu.
Misalnya C20 artinya berapa obat terlarut pada 20 menit.
3.
Hubungan antara konstanta kecepatan dissolusi (k) vs waktu
(t).
4.
Metode “dissolution
efficiency” (DE) yaitu perbandingan luas daerah di bawah kurva kecepatan
pelarutan dengan luas pada waktu yang sama yang meunjukkan 100% obat terlarut.
Macam-macam uji pelepasan obat
dari basis salep :
In-vitro :
1.
Metode difusi pada Galose
2.
Cara mikrobiologi.
3.
Metode difusi dengan menggunakan membran.
4.
Metode difusi tanpa membran.
In-vivo :
1.
Metode histologi
2.
Metode dengan menggunakan “trace” yang dilabel dengan radio aktif.
3.
Metode penilaian pada aspek fisiologi tertentu.
4.
Analisa pada cairan badan atau jaringan.
0 komentar:
Posting Komentar