Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. Suppositorias dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.
Bahan
dasar suppositoria pada umumnya yang digunakan adalah lemak coklat, gelatin
tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol
berbagai macam bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol.
Bahan
dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan
dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang
sesuai untuk beberapa anti septik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik,
lebih baik menggunakan sistem ionik dari pada non-ionik, agar diperoleh
ketersediaan hayati yang maksimum.
Bahan
pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam persediaan
vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, sedangkan gelatin
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena dissolusinya lambat.
Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan
iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
Persyaratan
bagi Basis Suppositoria dan Suppositoria.
Persyaratan
berikut harus terpenuhi :
1.
Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada
usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis atau tengik,
terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik.
2.
Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat)
3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku
(dengan demikian pembekuan massa berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitasnya
baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan).
5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan
titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya
penyimpanannya, khususnya pada suhu yang tinggi).
6. Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan
tersuspensi, tingginya ketepatan takaran).
7.
Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada
suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat).
8.
Pembebasan dan resorpsi obat yang baik.
9.
Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan,
pewarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas
yang memadai dari cairan obat).
10.
Daya serap terhadap cairan liporfil dan hidrofil.
Kecepatan Pelarutan
Secara
sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut
dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dalam hal
Suppositoria ini dapat diartikan sebagai transfer massa, yaitu kecepatan
pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan suppositorial
kedalam medium penerima.
Penelitian
tentang dissolusi telah dilakukan oleh Noyes-Whiteney dan dalam penelitiannya
telah diperoleh persamaan sebagi berikut :
dC = k.s.(Cs-C)
dt
dengan :
dC/dt
= Jumlah zat padat yang terlarut
tiap satuan waktu
k =
Tetapan kecepatan pelarutan
S =
Luas permukaan spesifik
Cs = Kadar
zat padat keadaan jenuh (setara dengan kelarutan)
C =
Kadar zat dalam medium pada saat t.
Dalam persamaan tersebut dapat
dilihat bahwa kecepatan pelarutan tergantung pada perbedaan kadar jenuh (Cs)
dan kadar zat dalam medium pada saat t (C). Selain itu dipengaruhi pula oleh
tetapan kecepatan pelarutan (k) dan luas permukaan spesifik (S).
Penggunaan Suppositoria untuk
sistemik mempunyai kebaikan antara lain :
1. Dapat diberikan
kepada penderita yang tidak mungkin diberikan secara peroral. Misalnya pada
pasien yang pingsan, muntah-muntah dll.
2. Obat yang dirusak
cairan lambung.
3. Menghindari sebanyak
mungkin sirkulasi portal.
4. Menghindari obat dari
aksi enzim pencernaan untuk obat-obat yang peka terhadap enzim (misalnya K atau
Na-benzil penisilinat).
5. Obat-obat yang
mengiritasi mukosa lambung dapat diberikan bahkan dalam konsentrasi yang
tinggi. Misalnya Aspirin, fenilbutason.
6. Obat yang mempunyai
bau dan rasa yang tidak enak bila dipakai secara peroral. Misalnya Kreosot.
Sebagaimana
halnya salep suppositoria juga mempunyai basis yang larut dalam air dan basis
lemak. Basis lemak kebanyakan dipakai oleum
caCAO. Oleum cacao ini mengandung beberapa jenis kristal didalamnya yaitu :
kristal gg. Aa. Bb dan bb stabil. Hanya bb stabil yang menyebabkan titik lebur
optimal dari oleum cacao pada suhu 34
0C, sehingga perlu diperhatikan dalam pemanasannya karena pada
pemanasan yang tinggi (diatas 36 0C) akan terbentuk kristal yang
meleleh pada suhu yang lebih rendah dari suhu kamar. Untuk menaikkan suhu
leburnya biasanya dilakukan penambahan cera-flava 4-6%.
Cara
pengujian kecepatan pelepasan obat dari suppositoria
sama persis dengan uji pelepasan obat pada salep dengan sedikit modifikasi
untuk suppositoria.
Banyak
cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suatu zat atau sediaan.
Selain persamaan-persamaan tersebut diatas, cara lain untuk mengungkapkan kecepatan
pelarutan yaitu :
1. Metode klasik. Metode
ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang
kemudian dikenal dengan T-10, T-20, T-40, T-60 dst. Karena dengan metode ini
hanya menyebutkan satu titik saja, maka proses yang terjadi diluar titik
tersebut tidak dikatahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang
terlarut pada waktu tertentu.
2. Metode Khan. Metode
ini kemudian dikenal dengan konsep Dissolution
effeciency (DE).
0 komentar:
Posting Komentar