Hipertensi umumnya terjadi dan sulit terkontrol
dengan baik pada pasien dengan hemodialisis. Target tekanan darah yang
dijadikan pedoman pada populasi hemodialisis adalah kurang dari 140/90mmHg
untuk tekanan darah pra-dialisis dan kurang dari 130/80 mmHg untuk tekanan
darah post-dialisis (NKF-K/DOQI, 2005; Pai & Conner, 2009).
Terapi yang digunakan pada pasien hemodialisis
rutin memiliki tujuan utama mencegah manifestasi progresivitas penyakit pada
kardiovaskular yang diakibatkan dari hipertensi tidak terkontrol (Hort & Horl, 2002; Rahman & Griffin, 2004).
Risiko gangguan kardiovaskuler pada pasien hemodialisis dicerminkan dengan
hipertensi sistolik. Terapi ditujukan untuk mengatasi hipertensi sistolik
pra-dialisis dari pada sistolik post-dialisis (Hort & Horl, 2002). Prinsip
terapi antihipertensi pada pasien dengan hemodialisis adalah semua jenis obat
antihipertensi dapat digunakan dan efektif (dengan mempertimbangkan
komorbiditas pasien) kecuali diuretik yang tidak berefek jika fungsi residual
berkurang atau tidak tersisa sama sekali . Obat-obat antihipertensi pada umumnya menurunkan
tekanan darah dengan mengurangi curah jantung dan atau menurunkan resistensi
perifer. Barorefleks mencakup sistem saraf simpatis yang diperlukan untuk
pengaturan tekanan darah yang cepat dari waktu ke waktu, sedangkan ginjal
mengatur tekanan darah jangka panjang dengan mengubah volum darah.
Berikut beberapa golongan yang lazim digunakan sebagai terapi
antihipertensi pada pasien gagal ginjal :
a. Calcium-Channel Blockers (CCBs)
Antihipertensi golongan CCBs dibagi menjadi 3 kelompok yaitu CCB dihidropiridin
(missal: amlodipin, nifedipin, dan nikardipin), difenilalkilamin (verapamil),
dan benzotiazepin (diltiazem). CCBs difenilalkilamin danbenzotiazepin sering
disebut sebagai CCBs nondihidropiridin. CCBs mempunyaiefek intrinsik
natriuretik, karena itu obat-obat ini biasanya tidak memerlukantambahan
diuretik (Hughes et. al., 2001). Golongan dihidropiridin adalah golongan yangumum dipilih untuk pasien
gagal ginjal. CCBs preparat aksi panjang adalah obatyang disarankan untuk
pasien gagal ginjal pada kondisi hipertensi akibat akumulasicairan. Manfaat
yang lain, golongan ini mampu mencegah terjadinya kerusakan organ dan
mengurangi risiko kardiovaskular (Rahman & Griffin, 2004). Semua
dihidropiridin mempunyai afinitas lebih besar untuk kanal kalsium vaskuler
dibanding kanal kalsium di jantung. Karena itu, obat-obat ini lebih baik untuk
pengobatan hipertensi. Diltiazem dan verapamil merupakan obat golongan CCBs
nondihidropiridin yang disetujui Amerika Serikat. Diltiazem dan verapamil
mempunyai efek penting untuk otot polos jantung dan vaskuler serta memiliki
efek inotropik negatif dan kronotropik negatif, sehingga obat ini harus
digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung (Pai &
Conner, 2009).
b. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
ACEI banyak digunakan pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada pasien
denganetiologi diabetes nefropati karena memiliki keunggulan yaitu sebagai
pengendali tekanan darah dan menurunkan proteinuria. ACEI juga efektif
digunakan pada penatalaksanaan CHF. ACEI menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi vaskuler perifer tanpa meningkatkan curahjantung,
kecepatan, ataupun kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi
angiotensin yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokontriktor. ACEI juga meningkatkan aktivasi bradikinin. Sehingga,
vasodilatasi terjadi sebagai akibat efek kombinasivasokontriksi yang menurun
disebabkan oleh karena berkurangnya angiotensin IIdan vasodilatasi karena
peningkatan bradikinin. Dengan menurunnya kadar angiotensin II yang beredar,
ACEI juga menurunkan sekresi aldosteron sehinggamenurunkan retensi natrium dan
air.Golongan ini mampu mengatasi hiperaktivitas sistem saraf simpatis
denganpersentase kecil (Koomans et al., 2004). Penggunaannya memerlukan
monitoringserum kalium darah karena sifatnya yang meretensi kalium dan adanya
laporanmengenai timbulnya reaksi anafilaksis jika obat golongan ini digunakan
bersamaandengan membran dialisis (AN69) poliakrilonitrit (Pai & Conner 2009).
Obat golongan ini secara teoritis mudahterdialisis sehingga efikasi obat akan
menurun pada pasien yang sedang dalamproses hemodialisis (Chen et al.,
2006). c. Angiotensin
II Receptor Antagonist (AIIRA)
Golongan ini memiliki efek menyerupai golongan
ACEI dan dapat memberikan suatu alternatif untuk ACEI pada pasien yang
mengalami efek samping yang dimediasi oleh kinin. Namun, ternyata efek samping
yang samatelah dilaporkan dengan penggunaan AIIRA (Pai dan Conner, 2009).
AIIRAmemiliki keunggulan jika dibandingkan dengan golongan ACEI yaitu tidak
menghasilkan reaksi anafilaksis sebagaimana pada golongan ACEI. Golongan ini
sedikit atau tidak terdialisis sehingga memungkinkan adanya kontrol tekanan
darah yang lebih baik pada pasien yang menjalani hemodialisis (Chen et al.,
2006).
d. Penyekat Reseptor β Adrenergik (β-blockers)
β blokers bekerja dengan cara menurunkan
tekanan darah terutama denganmengurangi isi sekuncup jantung. β blokers juga
dapat menurunkan aliran simpatik dari susunan saraf pusat. Aktivasi sistem
simpatik teregulasi secaraberlebihan pada pasien hemodialisis (Koomans et
al., 2004). Selain itu, obat ini menghambat pelepasan renin dari ginjal,
sehingga dapat mengurangi pembentukan angiotensin II dan sekresi aldosteron.
Efek kardioprotektif antihipertensi ini sangat menguntungkan mengingat pasien
hemodialisis umumnya mengalami komorbiditas gangguan jantung. Pasien dengan
penyakit penyerta berupa miokard infark akan mendapat keuntungan daripenggunaan
antihipertensi ini. Beberapa efek samping dari β blokers adalah gangguan
lipid serum dengan menurunnya lipoprotein HDL dan meningkatnya trigliserida
plasma sertaterjadinya rebound hipertensi jika penghentian obat ini
dilakukan secara mendadak (Mycek, 2001). β blokers juga sering dikaitkan
dengan risiko hipotensi selamahemodialisis karena mekanisme kerjanya yang
menyebabkan laju jantung melambat serta kontraindikasinya terhadap pasien
dengan edema pulmoner dan asma (jika yang digunakan non selektif β blokers).
Hypoglycemia masking-effect juga merupakan efek samping yang sudah
dikenal pada populasi diabetes melitus,karena β blokers seperti
propanolol akan menghambat Pasien penyaki ginjal kronik mengalami retensi insulin, sehinggadengan adanya
penambahan β blokers ancaman hipoglikemi dikhawatirkan akan terjadi.
Obat-obat yang termasuk golongan β blokers ada yang terdialisis secara
ekstensif maupun moderat sehingga efikasi efek antihipertensinya perlu diawasi
(Koomans et al., 2004).
0 komentar:
Posting Komentar